Senin, 07 November 2011

keutamaan dalam pelaksanaan Haji


Hari ini kaum Muslimin insya Allah akan mengawali bulan Dzulhijah 1432 H. Di mana di dalamnya terdapat 10 Hari pertama yang terkandung sekian keutamaan. Sepuluh hari yang sarat dengan kebaikan. Kebaikan padanya bernilai utama di sisi Allah. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata : Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :


الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلُ مِنْهَا فِي ;ذَا الْعَشْرِ، قَالُوْا: وَلَا الْجِهَادُ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ.
"Tidak ada amal pada hari-hari, yang lebih utama daripada amal-amal di sepuluh hari ini." Mereka berkata, "Tidak pula jihad?" Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda menjawab, "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali seorang laki-laki yang berangkat menghadapi musuh dengan jiwa dan hartanya lalu dia tidak pulang dengan sesuatu (dari keduanya atau mati syahid)." (HR. al-Bukhari,Shahih al-Bukhari).
Salah satu ibadah utama di hari-hari ini adalah ibadah haji di tanah suci yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Begitu identiknya haji dengan hari dan bulan ini sehingga orang-orang mengatakan hari raya haji dan bulan haji. Haji adalah ibadah tua seumur bapak para nabi, Ibrahim Alaihissalam. Dialah pembangun Ka'bah baitullah dan setelah itu dia mengumumkan haji ke seluruh penjuru bumi.
 Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلَ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Isma'il (seraya berdoa), 'Ya Rabb kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui'." (Al-Baqarah: 127).
Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."(Ali Imran: 96).
Ketahuilah, bahwasanya di antara syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat mulia adalah kewajiban menunaikan ibadah haji. Bahkan kewajiban ini merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima.
Besarnya perintah ibadah haji ini juga ditunjukkan pada berkumpulnya dua jenis ibadah dalam pelaksanaannya. Yaitu ibadah dengan menggunakan anggota badan dan ibadah dengan menggunakan harta. Lebih dari itu, dalam pelaksanaannya juga harus menempuh jarak yang cukup jauh dan melelahkan. Bahkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengategorikan ibadah ini sebagai salah satu jenis jihad, sebagaimana disabdakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya,
: نَعَمْ، عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيْهِ، الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ” ,يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ؟ قَالَ
“Wahai Rasulullah, apakah ada kewajiban bagi wanita untuk berjihad?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, ada, wajib bagi mereka (para wanita) untuk berjihad yang tidak ada pertempuran di dalamnya, (yakni) haji dan umrah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah)
Di dalam hadits tersebut kita mengetahui pula bahwa disamping kewajiban haji, Allah Ta’ala juga telah menetapkan kepada kaum muslimin kewajiban untuk melakukan umrah. Sehingga, seorang muslim yang mukallaf yaitu yang sudah balig dan berakal, serta telah memiliki kemampuan, wajib baginya untuk memerhatikan dan menjalankan kedua amalan ibadah yang besar ini.
Karena rahmat-Nya, Allah Ta’ala menetapkan kewajiban haji dan umrah ini hanyalah sekali dalam seumur hidup, sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْحَجُّ مَرَّةً فَمَنْ زَادَ فَتَطَوُّعٌ
Kewajiban haji itu hanya sekali, barangsiapa menunaikannya lebih dari sekali maka dia telah melakukan sunnah.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, shahih sebagaimana disebutkan dalam Al-Irwa’)
menjalankan kewajiban yang hanya sekali dalam seumur hidup ini, karena dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya nanti. Bisa jadi tahun ini dia mampu, namun karena menundanya, akhirnya pada tahun berikutnya dia tidak memiliki kemampuan lagi. Adapun yang dimaksud mampu dalam amalan ibadah haji sebagaimana keterangan para ulama adalah mampu dalam hal fisik atau kesehatan, serta mampu dalam hal harta, yaitu biaya untuk perjalanan dan kebutuhan selama ibadah haji, serta mampu mencukupi kebutuhan keluarganya yang ditinggal selama menunaikan haji. Adapun jika seseorang telah mampu dalam hal materi akan tetapi tidak mampu secara fisik, maka sebagaimana keterangan para ulama, pada dirinya ada dua kemungkinan. Yang pertama: dia tidak mampu fisiknya karena usianya yang telah lanjut atau karena sakit yang menurut keterangan dokter tidak ada harapan sembuh. Apabila demikian, maka wajib baginya untuk mewakilkan kepada orang lain untuk menghajikannya.


 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar