Senin, 07 November 2011

IDEOLOGI TEORITIS


Ideologi salah satu kajian dalam sejarah ilmu pengetahuan yang mngundang perdebatan yang cukup menarik dan  polemik intlektual  yang belum selesai sampai saat ini. Sangat beragam pendapat-pendapat orang yang tertarik dan mencoba melibatkan dirinya dari pengkajian-pengkajian ideologi. Belum adanya kesepakatan dari ahli tentang konsep ideologi ini. Jorge Larrian memberikan komentar tentang ini. Ideologi adalah satu dari  banyak konsep yang paling eliepokal (meragukan) dan elusif (sukar ditangkap) yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial. Tidak hanya karena beragamnya pendekatan teoritis yang menunjuk arti dan fungsi yang berbeda-beda, akan tetapi kerana ideologi adalah konsep yang sarat dengan konotasi politik dan digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari dengan makna yang beragam.1
            Istilah ideologi mula-mula digunakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke 18 dan dikembangkan penuh sebagai konsep, selama abad ke 19, tetapi perenungan yang lebih dalam dengan beberapa persoalan yang dimunculkan oleh pengertian ideologi telah dimulai jauh lebih awal.2Kehadiran ideologi pada saat merupakan anti-tesis terhadap hal-hal yang sifatnya mistis dan agamis. Walaupun  perkembangan selanjutnya berbicara lain, ideologi kemudian mendapat tuduhan dari kaum-kaum empirakal sangat utopis sifatnya. 
            Untuk mendapakan gambaran tentang ideologi, walaupun penulis menyadarinya agak rumit, tetapi minimal sebagai studi awal untuk memasuki perdebatan ideologi. Bergamnya konsep-konsep tentang idelogi terkait dari sudut mana mereka memandang dan kepentingan apa yang meraka bawa. Sebagai langka awal akan dikemukan definisi ideologi dari berbagai sumber.   
            Ideologi menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah (1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, (2) cara berpikir seseorang atau suatu golongan, (3) paham teori, dan tujuan yang berpadu merupakan satu kesatuan program sosial politik.3
            Sedangkan dalam Kamus Politik mendefinisakan ideologi adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan azas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; prinsip-prinsip atau nilai-nulai yang mengarahkan secara sah tingkah laku masyarakat dan lembaga-lembaga politik.ideologi mungkin digunakan untuk memelihara status quo, atau sebagai pembenaran dari tindakan-tindakan yang ingin mengubah status quo dan ideologi politik diartikan sebagai adalah sistem kepercayaan yang menerangkan dan membenarkan suatu tatanan polotik yang ada atau yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, rancangan,instruksi dan program untuk mencapainya; 2 himpunan nilai, ide, norma, kepercayaan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap kejadian dan problem politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku politiknya.4
 Ideologi adalah kumpulan gagasan yang secara logis berkaitan (ideologikal) dan yang mengindentifikasi  prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang memberikan keabsahan bagi institusi politik dan prilaku. Ideologi dapat digunakan untuk membenarkan status quo atau membenarkan usaha mengubahnya (dengan atau tanpa kekerasan).5
Sementara Vilfredo Pareto, mengartikan ideeologi sebagai sarana untuk melindungi sekaligus membenarkan suatu kelompok dalam perjuangan kemasyarakatan demi kekuasaan. Pareto menambahkan , sebagai persepsi tentang kebenaran, ideologi kemudian memang sulit menghindarkan dirinya untuk menjadi dogmatis, justru karena sifatnya sebagai alat perjuangan. Dengan demikian, urgensi ideologi sulit dibantah. Selain itu ideologi juga dapat menjadi alat yang penuh daya untuk membangun integrasi suatu bangsa, ini sangat tergantung bagaimana ideologi disosialisasikan.6
Alfian mengartikan ideologi sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secra moral dapat dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.7
Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk memperoduksi dan meligitamasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar. Ideologi dari kelompok dominan efektif jika didasrakan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran.1
            Menurut Vago, ideologi adalah a Complex belief system that explains social arrangements and relationship.8 Ideologi sistem paham atau seperangkat pemikiran yang menyeluruh, yang bercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya. Ali Shariati mengartikan ideologi sebagai ilmu tentang keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh kelompok tertentu, kelas sosial tertentu atau suatu bangsa dan ras tertentu.9 
Dari mana akar persoalan yang berhubungan dengan konsep ideologi itu bermula ? menurut Jorge Larrian, pada tahapan awal ini erat hubungannya dengan  perjuangan pembebasan borjuis dari belunggu feodal dan dengan sikap pikiran modern baru yang kritis (oposisi kritis terhadap aristokrasi bertanah yang dibarengi oleh kririk dari pembenaran-pembenaran skolastik; yang mencari sintetis akal budi manusia dengan wahyu untuk menjalankan kekuasaan). Hal itu diperkuat dengan lahirnya etika buru berjuis baru, yang menentang masyarakat abad pertengahan yang memelihara buruh tani. Dalam tataran epistimologi, terjadi pergeseran berupa munculnya pandangan ilmiah kritis baru yang menekankan pengetahuan alam praktis ( sebelumnya adalah mitis-teoritis). Renungan (upaya kontemplatif) diganti oleh pengamatan ketertiban inti (order of essences) ysng hirsrkis dan teosentris, yang harus diterima secara  pasif; diganti (lagi) dengan pendekatan kritis untuk mencari sebab dari manusia sendiri dalam daerah alam kriterium kebenaran yang baru.10
Konsep modern tentang ideologi lahir ketika Napoleon yang mendapati bahwa kelompok filsuf ini menentang ambisi-ambisi imperialnya mencemooh dan mencap mereka sebagai “ideolog-Ideolog. Disitu kata ideologi itu, mengalami kemerosotan makna yang seperti kata “doctrine, kata bertahan sampai hari ini.
            Yang memberikan kekuatan kepada ideologi adalah kegairahannya. Penelaahan filosofis yang abstrak selalu berusaha untuk menghilanglan gairah, dan pribadi, untuk merasionalisir semua ide. Bagi ideolog, kebenaran timbul dalam tindakan, dan makna diberikan pada pengaalaman dengan”mengubah waktu”. Kebenaran tidak hidup dalam kontemplasi melainkan dalam “perbuatan”.sesungguhanya orang dapat mengatakan bahwa fungsi laten yang paling penting dari ideologi adalah menyalurkan emosi. Selain agama (dan peran serta nsionalisme) tidak banyak bentuk penyaluran energi emosi. Agama melambangkan penyaluran energi emosi dunia yang terbesar kepada litani, lituri, sakramen, bangunan-bangunan besar, seni. Ideologi melebur energi-energi ini dan menyalurkannnya ke dalam politik.11
Persolan idelogi, sekali lagi, berkait erat tidak hanya dalam praktek politik. Bagi Larrian, persoalan itu juga terkait dengan penemuan-penemuan manusia atas eksplorasi ilmu pengetahuan. Saat manusia menemukan insight baru, maka akan selalu ada negosiasi makna pada tingktan kognitif. Kesadaran baru yang muncul akan segera menjadi kesadaran kolektif, yang berujung pada bentuk-bentuk tindakan sosial. Artinya, jauh masuk ke wilayah epistimologi. Upaya pembebasan manusia dari prasangka pengetahuan lama, berkaitan dengan kesadaran relasitas dengan alam dan manusia, pada akhirnya mendorong tumbuhnya satu kesadran baru; sebuah kesadaran kolektif yang berubah struktur masyarakat antara kaum aristokrat pemilik tanah dengan para petani penggarap atau tanah.
Kecurigaan terhadap keberadaan ideologi yang merupakan suatu kesadaran palsu senantiasa muncul dalam sejarah perdebatan intlektual. Kita harus menalaah makna ideologi untuk memperoleh gagasan tentang ideologi. Kata ideologi tidak mempunyai makna ontologis yang inheren; kata itu mencakup setiap keputusan yang menyangkut nilai lingkup-lingkup kenyataan yang berbeda karena kata itu menurut asal usulnya hanyalah berarti teori gagasan-gagasan. Kaum ideolog sebagaimana kita ketahui , para anggota kelompok filosofis di francis  yang dalam tradisi candillac menolak metafisika dan mencari dasar ilmu-ilmu budaya pada dasar dasar antropologis dan psikologis.
            Franz Magnis Suseno, mencoba membagi pengertian ideologi yang berkembang dewasa ini dalam dua pengertian, yaitu pertama, “ideologi terbuka”, yaitu bentuk ideologi ini mendasarkan penyelenggaraan kehidupan masyarakat pada nilai-nilai dan cita-cita tertentu tentang martabat manusia, termuat dalam undang-undang dasar negara bersangkutan. Ideologi dalam peengertian ini memberikan kebebasan pada semua komponen masyarakat untuk menentukan kehidupannya sendiri, memberikan kebebasan beragama dan berpandangan politik. Disini tampak bahwa ideologi terbuka bersikap sangat luwes, terbuka (inklusif) terhadap adanya beragam penafsiran , dengan demikian penafsirannya tidak tunggal.
Kedua, ideologi dalam arti penuh atau “ideologi terutup”, karena isinya memang tidak bleh dipertanyakan lagi , kebenarannya tidak boleh dirakukan lagi. Isinya di  dogmatis dan a-priori bahwa ideologi tidak dapat dimodifikasi berdasarkan pengalaman. Salah satu cirinya bahwa ia tidak diambil dari masyarakat, tapi merupakan pikiran sebuah elite  yang harus dipropagandakan dan disebarkan pada masyarakat.12
Menurut Vago ideologi memiliki funsi (1) memberikan legitimasi dan rasionalisasi terhadap prilaku dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat, (2) sebagai dasar atau acuan pokok bagi solidaritas sosial dalam kehidupan kelompok atau masyarakat, dan (3) memberikan motivasi bagi para individu mengenai pola-pola tindakan yang pasti dan harus dilakukan 13
Menurut  Alfian setidaknya ideologi mempunayai tiga demensi. Pertama sebagai pencerminan dari realita yang hidup dalam masyarakat dimana ideologi itu berada. Atau dengan kata lain, ideologi merupakan pencerminan bagaimana masyarakat memahami dirinya sendiri. Kedua, kemampuan memberikan harapan kepada berbagai komponen masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk membangun masa depan lebih cerah. Dimensi ini bisa disebut sebagai unsur “idelisme” dari ideologi. Dan ketiga, pencerminan dari suatu ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyelesaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.14
Ideologi sebagai suatu sistem paham mengandung unsur-unsur : (1) pandangan yang konprehensip tentang manusia, dunia dan alam semesta dalam kehidupan (2) rencana penataan sosial-politik berdasarkan paham tersebut (2) kesadaran dan perencanaan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-perubahan berdasarkan paham dan rencana dari ideologi tersebut (4) usaha mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi yang menuntut loyalitas dan keterlibatan para pengikutnya dan (5) usaha mobilisasi seluas mungkin para kader dan massa yang akan mendukung ideologi tersebut.15
Antonio Gramsci, yang mengembangkan teori tentang “kekuasaan” hegemonik”, berpandangan bahwa untuk memperoleh kekuasaan negara yang hegemonik dapat diperoleh melalui ideologi. Di sini dominasi budaya berjalan secara tidak adil, dominasi serta penindasan politik menjadi terlegitimasi. Masyarakat dijinakkan, sehingga secara sukarela menerima tatanan stutus quo dan hubungan yang tudak adil tersebut. Dan proses hegemoni ini dilakukan melalui berbagai macam cara. Berangkat dari pemahaman ini,  Arief Budiman berpendapat bahwa lembaga keagamaan, pendiddikan, kesenian, temasuk pers, bisa disebut sebagai bagian dari negara, bila ia ikut serta dalam memproduksi atau setidaknya mensosialisasikan ideologi negara.16
Sedangkan Greory Brossman mengatakan bahwa ideologi merupakan kumpulan ide yang merupakan : (1) refleksi atas kondisi sosial tertentu; (2) cita-cita sosial yang hendak diperjuangkan atau diperahankan.17
Raymonnd William bertutur bahwa tidak ada batasan pasti tentang istilah ideologi. Bahkan dalam tradisi Marxis, suatu tradisi yang paling kaya mengenai ideologi, kata ideologi tulisnya, memiliki tiga pengertian umum; sistem khas keyakinan-keyakinan suatu kelompok atau kelas tertentu; sistem keyakinan ilusif – gagasan-gagasan atau kesadaran palsu yang dikontarskan denagan pengetahuan ilmiah, proses umum produksi, makna dan gagasan atau dalam bahasa Volosinov dimensi pengalaman sosial dimana makna dan nilai diproduksi, ideologis mangacu pada proses produksi makna melalui tanda.18
Jorge larrian menulis, ideologi memiliki arti positif dan negatif. Ideologi dalam pengertian positif berkaitan dengan sistem ide, nilai, pengetahuan yang berhubungan dengan kepentingan golongan tertentu, dengan variasi kognisi tertentu.19
Yang termasuk dalam golongan adalah Gramsci yang mendefinisikan idelogi sebagai ekspresi suprastruktur realitas yang kontardiktif yang konstruktif, sedangkan sufra struktur menurutnya merupakan realitas obyektif tempat manusia menemukan kesadaran, posisi dan tujuan hidup, sebab merupakan refleksi keseluruhan hubungan produksi sosial. Dalam arti negatif ideologi merepukan pengetahuan yang diputar balik. Ciri khas Marx menyebutnya sebagai kemampuan menyembunyikan kontadiksi obyektif dan memuat kepentingan golongan .20
Suatu ideologi merupakan suatu sistem nilai atau kepercayaam yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Ideologi terdiri dari rangkaian sikap terhadap berbagai lembaga dan proses kamasyarakatan. Ideologi memberi orang yang percaya suatu gambaran tentang dunia baik sebagaimana adanya maupun sebagaimana seharusnya, dan ia juga mengatur kompleksitas dunia sampai kesuatu yang sangat sederhana dan dapat dipahami.23
            Karl Marx (1818-1883) menyatakan bahwa setiap rangkaian khayalan politis yang telah dihasilkan pengalaman sosial suatu kelas sebagai sebuah ideologi. Bagi Marx ideologi adalah khayalan-khayalan yang mencegah suatu kelas memahami tempatnya yang benar dalam masyarakat.24
            Karl Mannheim (1993-1947) mengetengahkan suatu konsep ideologi dengan menyebutnya “konsepsi total tentang ideologi” ciri-ciri dan komposisi struktur total dari pikiran sosial dari suatu umu atau kelompok . “Konsepsi khusus tentang ideologi yang meyakini bahwa ide-ide para lawan kita adalah sutu penyamaran secara sadar atas sifat-sifat real suatu situasi dengan kepentingannya. 25
Ideologi paling tidak harus memenuhi dua karekteristik mendasar. Pertama, ideologi memiliki pandangan hidup. Kedua, ideologi memiliki aturan kehidupan yang muncul dari pandangan hidup tadi. Pandangan hidup berkaitan dengan cara, bagaimana memandang kehidupan ini, dari mana kehidupan ini berasal, serta akan kemana kehidupan ini menuju. Pandangan hidup dengan sendirinya akan memberikan metodelogi unik untuk merangkai berbagai macam konsep (ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan lain-lain ) serta beragam solusi yang dihadapi manusia di dunia.26
Menurut Teun A. Van Dijk bahwa ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktek individu atau anggota suatu kelmpok. Dalam prespektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara koheran bersifat sosial, tidak personal atau individual ia membutuhkan share diantara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang lain. Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial , ia digunakan secara internal diantara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk identitas diri kelompok. Ideologi disini bersifat umum, abstarak dan nilai-nilai yang terbagi antaranggota kelompok menyediakan dasar bagaimana masalah harus diangkat.27
Menurut Key,28 kajian mengenai ideologi dapat didekati dengan empat cara. Pertama, orang dapat melihat ideologi sebagai manifestasi populer filsafat atau tradisi politik tertentu atau sekumpulan, pandangan, ide-ide atau dogma yang cukup koheren yang dianut oleh suatu kelompok. Seperti liberalisme, marxisme, fasisme dan nasionalisme. Ideologi dengan definisi terminologi terbaik adalah doktrin, yakni kumpulan prinsip-prinsip dengan beberapa tingkatan logika internal yang menggariskan hal-hal yang dibolehkan dan yang dilarang. Kedua, untuk menelah ideologi adalah menanyakan, “Apakah faktor-faktor penentunya?” Apakah kelas, kedudukan sosial, afiliasi etnis atau agama. Menelah ideologi dengan cara ini adalah dengan menghubungkan dengan proses belajar masyarakat. Orang dapat mengkaji sejauh manakah kedudukan sosial seseorang menentukan ideologinya, atau bagaimanakah peranan atau kedudukan seseorang dalam masyarakat dapat menentukan nilai-nilai dan keyakinan orang itu.Ketiga, pengujian ideologi dengan melihat kebutuhan-kebutuhan individu maupun masyarakat yang dipenuhinya. Bagi individu, idologi membantu membentuk rasa diri sendiri menjadi koheren. Menerima suatu filsafat atau rangkaian keyakinan tertentu mengizinkan orang menolak yang lain dan mengindintifikasi diri sendiri dengan orang-orang yang melihat seuatu hal dengan cara yang sama. Jadi ideologi adalah cara menghubungkan diri dengan masyarakat dan ego dengan lingkungan. Ideologi dalam bagian ketiga ini berkaitan dengan ideintitas pribadi.identitas dapat meliputi kebanggaan seseorang terhadap sejarah keberhasilan bangsanya yang bertentangan dengan kegagalan-kegagalan bangsa lain. Keempat, ideologi tidak hanya menghubungkan individu dengan masyarakat secara prinsipil, tetapi juga menghubungkan penguasa dengan rakyat. Ideologi merupakan bisnis legitimasi pemakain kekuasaan yang sah. Ideologi menjadi prinsip moral yang menjadi dasar pemakaian kekuasaan. Bila sebagian individu beranggapan bahwa pemerintahan mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip itu, atau jika ingin mengubah prinsip-prinsip itu, maka legitimasi pemerintah itu terancam. Ketika legitimasi diragukan, dapat diduga akan terjadi perpecahan mendalam, polarisasi dikalangan penduduk. Setiap perpecahan secara simbolis mempunyai makna moral.
            Dengan demikian pembagian pengkajian ideologi dalam keempat cara yang berbeda itu memungkinkan kita memperoleh beberapa presfektif mengenai efek ideologi terhadap tingkahlaku. Ideologi dapat dibandingkan sebagai sistem makna termasuk pilihan-pilihan moral dan filosofis yang relatif koheren. Bagaimana hal-hal itu disalurkan dapat dinanalisa menurut kaitannya antara kedudukan sosial dan perwujudan ideologi sebagai kepentinagan atau pilihan kelas. Intensitas, atau pentingnya suatu ideologi bagi berbagai orang dapat dianalisa menurut kebutuhan orang-orang untuk menjelaskan siapa mereka dalam kegiatan dengan orang lain (khususnya menegenai agama dan nasionalisme).29
Raymond William 30 mengklasifikasikan penggunaan ideologi dalam tiga ranah. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompk atau kelas tertentu. Kedua, sebuah sistem kepercayaan yang dibuat – ide palsu atau kesadaran palsu yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ketiga, proses umum produksi makna dan ide.
            Pemakain propaganda, persuasi, argumen, dan konfrontasi yang berhasil, akan mengakibatkan meluasnya pengikut sebuah ideologi.
            Ideologi mengacu pada pola-pola keyakinan luas, yang mencapai tingkat koheren tertentu sebagai ide dan menetapkan prioritas moral tertentu, menetapkan yang benar dan yang salah, dan menetapakn prinsip-prinsip mengenai kaidah dan keadilan.6
            Philif Converse, mempergunakan istilah sistem keyakinan untuk menunjukkan “suatu konfigurasi ide-ide dan sikap-sikap dalam mana unsur-unsurnya diikat bersama-sama oleh beberapa bentuk kendala dan saling ketergantungan fungsional. Meurut Converse “kendala” adalah sejau mana kemungkinan untuk meramalkan kedudukan yang mungkin diambil seseorang karena ia sudah menaganut suatu rangkaian sikap atau keyakinan khusus dari suatu daftar indikator kritis seperti kesejahteraan, nasionalisasi, bantuan pendidikan dan sebagainya.6
            Menurut Key sistem keyakinan erat berkaiatan dengan kepentingan. Tingkat ketaatan mereka terhadap keyakianan-keyakinan tertentu dapat dibuat dalam skala, maka kita akan melihat bahwa semakin banyak isi nilai suatu sistem keyakinan, semakin banyak sistem keyakinan itu membatasi tingkah laku.7                 


 


        

                                                                                                               


 
Semakin besar tingkat nilai ideologi yang dibentuk dan yang dianut, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik (c). semakin rendah kita menuruni skala ideologi menuju kepentingan dan pilihan, semakin besar kumungkinan berhasilnya penengahan cita-cita yang bertentangan melalui partai politik, serikat buruh dan organisasi lain yang tawar menawar dan mengubah konflik menjadi kompetisi (b). akhirnaya, bila faktor-faktor ideologi hanya merupakan pilihan, maka orang menjalin kerjasama agar semua pihak memperoleh manfaat, menjadi mungkin (a).
            Disamping ideologi berkaitan dengan pendapat umum, dan bahwa ia berada pada perpotongan antara prinsip atau tujuan filosofis, pilihan dan keyakinan individual, serta nilai-nilai umum dan khusus. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
                                                Kepentingan                     


 
                 Nilai                                                           Pilihan
                 Nilai, kepentingan, dan pilihan jelas saling bertumpang tindi. Ideologi merupakan kombinasi atribut-atribut ini- kadang-kadang koheren dan kadang-kadang tidak. Pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai, atau pilihan dapat ditingkatkan kepada status nilai untuk mencapai kepentingan.8
            Yang memberikan kekuatan kepada ideologi adalah kegairahannya. Penelaahan filosofis yang abstarak selalu berusaha untuk menghilanglan gairah, dan pribadi, untuk merasionalisir semua ide. Bagi ideolog, kebenaran timbul dalam tindakan, dan makna diberikan pada pengaalaman dengan”mengubah wakrtu”. Kebenran tidak hidup dalam kontemplasi melainkan dalam “perbuatan”.sesungguhanya orang dapat mengatakan bahwa fungsi laten yang paling penting dari ideologi adalah menyalurkan emosi. Selain agama (dan peran serta nsionalisme) tidak banyak bentuk penyaluran energi emosi. Agama melambangkanpenyaluran energi emosi dunia yang terbesar kepada litani, lituri, sakramen, bangunan-bangunan besar, seni. Ideologi melebur energi-energi ini dan menyalurkannnya ke dalam politik.9
Pada umumnya terdapat dua bpengertian yang berbeda dan terpisah dari istilah “ideologia” yaitu arti partikuler dan arti Universal. Konsep partekuler dari ideologi tampak bila istilah itu menunjukkan bahwa kita sangsi akan gagasan-gagasan dan penjelasan-penjelasan yang dimajukan oleh lawan kita. Gagasan-gagasan dan penjelasan-penjelasan dianggap kurang lebih sebagai penyembunyian hakekat kenyataan sesungguhnya, sedangkan pengetahuan teentang kenyataan itu sendiri dianggap tidak sesuai dengan kepentingan-kepentingan lawan kita itu.
Sedangkan pada konsep Universal mengacu pada ideologi suatu zaman atau ideologi suatu kelompok sosio-historis konkret, misalnya ideologi kelas, bila kita memusatkan diri pda ciri-ciri dan susunan keseluruhan struktur pikiran zaman atau kelompok lain.12
            Alamon dan Verba memperlakukan ideologi sebagai sebuah aspek kebudayaan politik, yakni, sebagai sebuah Obyek Orientasi yang terdiri dari tiga dimensi: (1) dimensi kognitif yaitu pengetahuan dan keyakinan seseorang mengenai sistem politik; (2) dimensi afektif yaitu perasaan yang dimiliki orang-orang mengenai masalah-masalah politik; dan (3) dimensi pertimbangan yaitu mempergunakan prestasi sebagai indikator sistem politik.10
                                                                                                              
            McClosky berpandangan bahwa ideologi merupakan suatu kecenderungan, suatu orientasi pemikiran jangka panjang. Seberapa tepatnya ia menentukan jalannya tindakan tergantung pada banyak faktor yang mempengaruhi sistrem politik di mana ia beroperasi. Ideologi merupakan cara untuk mengorganisir pendapat menurut doktrin, maka kesenjangan antara tingkah laku dan ideologi dapat menjadi sebab untuk tindakan pemaksaan.11
            Perubahan konsep ideologi dari ideologi partikular menuju ideologi untuk menuju konsep total ideolgi melalui tahapan-tahapan tertentu. Tahapan pertama mencakup perkembangan filsafat kesadaran. Filsafat kesadaran telah membangun suatu tata pengalaman , kesatuan pengalaman yang dijamin dengan kesatuan subyek yang mengetahuai sebagai ganti dunia yang terpecah-pecah dan membingunkan. Perkembangan prinsip-prinsip penataan pengalaman yang memungkinkannya untuk memahami pengalaman. Sesudah kesatuan ontologis obyektif dunia diamrurkan, dibuatlah suatu upaya untuk menggantinya dengan suatu kesatuan yang dibentik yang oleh subyek yang mengetahui.Tahap kedua, perkembangan konsep total ideologi dicapai pada saat pandangan total namun supra temporal tentang ideologi ini dilihat dalam presfektif historis. Tahap ketiga, pembentukan konsep total tentang ideologi ini dengan cara yang sama muncul keluar dari proses sasial-historis.13
            Dua konsekuensi timbul dari konsep kesadaran ini; pertamadengan jelas kita mengetahuai bahwa peristiwa-peristiwa manusia tak dapat dipahami dengan mengisolasi unsur-unsur peristiwa-peristiwa. Setip fakta dan kejadian dalam suatu kurun sejarah hanya dapat diterangkan menurut maknanya, dan pada gilirannya makna itu senantiasa mangacu pada makna lain. Kedua, sistem makna saling berganti ini berbeda-beda baik dalam seluruh bagiannya maupun dalam totalitasnya dari suatu kurun sejarah kurun sejarah yang lain. 14
            Kecurigaan terhadap keberadan ideologi yang merupakan suatu kesadaran palsu senantiasa muncul dalam sejarah perdebatan intlektual. Kita harus menalaah makna ideologi untuk memperoleh gagasan tentang ideologi. Kata ideologi tidak mempunyai makna ontologis yang inheren; kita itu mencakup setiap keputusan yang menyangkut nilai lingkup-lingkup kenyataan yang berbeda karena kata itu menurut asal usulnya hanyalah berarti teori gagasan-gagasan. Kaum ideolog sebagaimana kita ketahui , para anggota kelompok filosofis di francis  yang dalam tradisi candillac menolak metafisika dan mencari dasar ilmu-ilmu budaya pada dasar dasar antropologis dan psikologis.
            Dengan munculnya perumusan general konsep total ideologi, teori ideologi yang sederhana berkembang menjadi sosiologi pengetahuan. Konsep ideologi mulai  mendapat sebuah pengertian baru. Dua pendekatan aklternatif untuk penyelidikan ideologi. Yang pertama, mendorang orang untuk memperlihatlkan dimana pun keterkaitan antara sudut pandang intlektual yang dilontarkan dan posisi sosial yang diduduki orang. Pendekatan kedua, yang mungkin bagaimanapun juga harus menggabungkan analisis non-evaluatif dengan sebuah epistimologi terbatas. Dilihat dari sudut pendekatan ini ada dua pemecahan yang berbeda dan terpisah untuk masalah yang menyangkut pengetahuan yang terpercaya. Pemecahan pertama dapat diistilahkan relasionisme dan yang kedua relativisme. Relasionisme sebagai suatu yang berbeda dari ciri relatif segala pengetahuan historis belaka harus ditolak dengan pengandaian bahwa ada lingkup-lingkup pemikiran yang tidak memungkinkan untuk memahami  suatu kebenaran absolut yang independen dari nilai-nilai dan posisi subyek dan yang tidak berkaitan dengan kontek sosial sedangakan relativisme merupkan suatu hasil prosedur sosiologis-hiostoris modern yang bersadarkan pada pendapat bahwa semua pemikiran historis terkait dengan posisi konkret dalam kehidupan pemikirannya.15
Ada dua pendekatan pokok terhadap studi tentang determinan-determinan sosial dan ideologi, yaitu teori kepentingan (the interest theory) dan teori ketegangan (the Strain theory). Bagi yang pertama ideologi adalah sebuah keduk dan sebuah senjata dan bagi kedua sebuah simtun dan sebuah obat. Dalam teori kepentingan pernyataan-pernyataan ideologis dilihat dalam latar belakang sebuah perjuangan universal untuk memperoleh keuntungan dan dalam teori ketegangan dan dalam latar belakang sebuah usaha terus menerus untuk memperbaiki ketidak seimbangan sosiopsikologisnya.16
            Persolan ideologi, sekali lagi, berkait erat tidal hanya dalam praktek politik. Bagi Larrian, persoalan itu juga terkait dengan penemuan-penemuan manusia atas eksplorasi ilmu pengetahuan. Saat manusia menemukan insight baru, maka akan selalu ada negosiasi makna pada tingktan kognitif. Kesadran baru yang muncul akan segera menjadi kesadaran kolektif, yang berujung pada bentuk-bentuk tindakan sosial. Artinya, jauh masuk ke wilayah epistimologi. Upaya pembebasan manusia dari prasangka pengetahuan lama, berkaitan dengan kesadaran relasitas dengan alam dan manusia, pada akhirnya mendorong tumbuhnya satu kesadran baru; sebuah kesadaran kolektif yang berubah struktur masyarakat antara kaum aristokrat pemilik tanah dengan para petani penggarap atau tanah.
            Ali Izetbegovic menawarkan sebuah pilihan ideologi. Pertama-tama ia merumuskan bahwa akhirnya, hanya ada tiga cara pandang integral mengenai dunia; agama, materialisme dan islam. Manusia tredispersi kedalam tiga jalan ini. Manusia akan bebas hanya jika melaui jalan tengah, mewujudkan Civitas Solis (masyarakat Sosialis) tanpa meninggalkan Civil Dei (masyarakat berketuhanan)12 
            Menurut Soerjanto Posepowardojo Ideologi memiliki beberapa fungsi yaitu: pertama,.struktur  kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya. Kedua, . Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia. Ketiga,  Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.Keempat, bekal dan jalan bagi seorang untuk menemukan identitasnya. Kelima, keuatan yang mampu menyemangati dan mendorang seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan. Keenam,  pendidikan bagi seorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati sertra memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.
            Menurut J. Patrick Corbet, penyelidikan terhadap ideologi bisa dicapai lewat dua cara, empiris dan filosofis. Penyelidikan empiris berkait dengan masalah-masalah faktual. Kajian filosifis berkait dengan masalah-masalah logika kebenaran, koherensi dan posisi yang dimainkan suatu ideologi. Pernyataan filosofis berkait dengan ideogi bisa berupa seberapa mungkin sebuah ideologi memiliki argumen rasional untuk bisa diterapkan dalam datran empiris.13
            Ideologi setidaknya mengandung prinsip-prinsip koheren, komprehensip dan jelas.14
Bell nenpergunakan ter ideologi sebagai  sebuah kompleksitas ide secara khusus menaruk banyak minat manusia.15
Ideologi bisa mempersatukan rakyat suatu negara atau pengikut suatu gerakan yang berusaha mengubah negara. Ideologilah yang memungkinakan adanya komunikasi simbolis antara yang dipimpin dan pemimpin untuk berjuang bahu membahu demi prinsip. Ideologi juga merupakan suatu pedoman untuk memilih kebijakan dan prilaku politik dan ideologi memberikan cara kepada mereka yang menginginkannya serta kepada yang yakin akan arti keberadaanya dan tujuan tindakannya. Karena itu keberhasilan suatu ideologi tertentu , sedikitnya banyak merupakan masalah kepercayaan yang lahir, keyakinan yang rasional. 17
Yudi latif dan ide Subandi Ibrahim Lewat hegomini  makna ini, maka sebuah ideologi negara bisa ditanamkan lewat kata-kata kunci yang bisa disampaikan secara berulang kali oleh elit-elit penguasa dan ini secara langsung fungsional bagi upaya penguasa untuk mempertahankan untuk mempertahankan “hegemoni kekuasaan”nya.13 Jalaluddin Rahmat yang mengartikan ideologi sebagai serangkaian preeferensi yang dimiliki bersama oleh komunitas sosial, mangatakan bahwa dalam meerumuskan dan meenyebarkna ideologi, peranan bahasa sangat meenentukan, karenanya tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa ideologi membentuk dan dibentuk oleh bahasa.14            
Islam memandang kehidupan ini berasal dari Allah SWT, sehingga pencipta dan semua manusia kelak kembali kepadanya untuk diminta pertanggungjawaban atas amal-amal perbuatannya didunia sehingga manusia haus terikat pada hukum Islam yang dikenal dengan doktrin Aqidah.
Islam meandang negara sebagai wahana untuk menerapkan hukum-hukum Islam (bukan hukum-hukum hasil interpretasi kemanfaatan manusia), baik dalam negeri maupun luar negeri
Mengacu pada pandangan hidupnya Islam melihat perubahan harus dilakukan dari sistem masyarakat jahiliyah, kepada masyrakat Islam, dimana hukum Islam diterapkan sepenuhnya. Cara dan tahapan perubahannya pun diformulasikan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yaitu merubah pemikiran dan perasaan masyarakat, sebelum merubahpranata politik yang ada.16
Syariati mengatakan bahwa ideologi mengacu pada suatu keyakinan yang dipeluk oleh kelompok atau kelas tertentu dengan setting sosial dan kultural tertentu. Syariati juga menyebut bahwa ideog memiliki tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap cara melihat dan menangkap alam semesta, eksistensi dan manusia. Tahap kedua, cara khusus kita memahami dan menilai semua benda, gagasan-gagasan, ide-ide yang mengkonstruksi setting sosial dan kultur kita dan dengan demikian konstruksi kesadaran kita. Tahap ketiga, adalah tahapan praksis yang mengcakup strategi, taktik, tahapan-tahapan, metode-metode gerakan untuk mengubah realiatas sosial dengan cita-cita ideogisnya.22 
            Dengan menjelaskan struktrur nilai dan ideologi yang terkandung dalam religio-politik islam kita bisa memahami kecenderungan prilaku dan sikap yang mendasari kekuatan politik Islam.1 Prilaku politik tidak terlepas dari nilai-nilai yang dimiliki orang atau kelompok. 21
            Ideologi-ideologi yang berbasis agama memeliki akar pada teologi  dari agama yang bersangkutan. Dilingkunagn umat Islam dikenal Islamic Ideology yang memiliki keterkaitan dengan karakter islam  sebagai agama.26 Menerut Hakim 27Islam has the simlest and the most rational of all ideologies. Sehingga ideologi islam berbeda dengan Marxisme, Sosialisme, dan Kapitalisme, maupun ideologi lainnya yang tidak memiliki basis teologis. Pandangan tentang kebebasan, persoadaraan, kemanusiaan dan relasi-relasi sosial dalam ideologi Islam memliki basis pada pandangan filosofis dalam teologi Islam, sehingga memiliki pijakan yang kokoh.
            Bagi Abua A’la Maududi,28 ideologi Islam berbneda dari ideologo-ideologi sekuler di negeri-negeri barat. Melalui ideologi Islam, dapat dilakukan pencerahan dan perombakan aspek-aspek kehidupan di seluruh sektor kehidupan berdasarkan prinsip-prinsip Islami, yang menjadi titik tolak pembangunan bangsa. Dalam konteks politik, Maududi bahkan mensintesiskan teosintrisme islam dengan demokrasi dalam bentuk konsep “theo-Demokrasi”.
            Ideologi sebagaimana agama menurut Syariati 29 memang memiliki pemihakan yang berbeda dari ilmu pengetahuan dan Filsafat. Ideologi dan agama bahkan memiliki fungsi kritikterhadap status quo. Para nabi menurut Shariati 30membangun ideologi, sehingga melahirkan pandangan agama sebgai ideologi yang dibutuhkan dalam perjuangan dan mencapai cita-cita yang diidamkan berdasarkan keyakinan keagamaann.     
            Erikson berpendapat bahwa ideologi adalah kecenderungan di bawah sadar yang melandasi agama, ilmu pengetahuan, dan pemikiran politik; kecenderungan pada msa tertentu untuk menjadikan fakta sesuai dengan gagasan, gagasan sesuai dengan fakta, dalam upya menciptakan citra dunia yang cukup meyakinkan untuk memperkuat perasaan senasib, baik pada diri individu maupun kelompok.
            Engels mendefinisikan ideologi sebagai “ sebuah proses yang dilakukan oleh cendikiawan secara sadar, namun juga dibarengi dengan kesadarn palsu. Ssi pelaku sendiri tidak menegtahui moivasi apa yang mendorongnya, dan jika ia mengetahui bearti ini sama sekali bukan prosesideologi. Jadi uang dia bayankan mengkin bisa berupa motivasi yang samar maupun yang jelas. Karena  ini merupakan proses pemikiran,berarti dia mendapatkan bentuk dan isinya dari pemikiran murni, baik itu pemikirannya sendiri maupun pemikiran-pemikiran sebelum dia.
            Mihailo markovic, filsuf yugoslavia, mendefinisika ideologi secara lebih singkat dan padat. Menurutnya, “ideologi merupakan kumpulan gagasan dan teori yang digunakan untuk mengungkapkan kepentingan, tujuan, dan norma-norma kegiatan suatu kelompok.#    


1 Jorge Larrian, “Konsep Ideologi”, (Yogyakarta : LKPSM 1996) hal. 7
2 Jorge Larrian, “Konsep Ideologi”, (Yogyakarta : LKPSM 1996) hal 7
3 Kamus besar Bahasa Indonesia (1995) hal 366
4 B.N. Marbun, SH, “Kamus Politik”, (Jakarta : Sinar Harapan 1996) hal. 254
5  Charltin Clymer Todee dkk. (ed) Pengantar Ilmu Politik, (jakarta : Grafindo persada 2000) hal 2000
6 Budiono Kusumohamidojo, “Regenerasi Kepemimpinan dan Politk Asia Tenggara” (Prisma :1986) hal 9-10
7 Alfian, “Pemikiran dan Perubahan Politik di Indonesia”, )Jakarta : Gramedia 1991) hal 187
1 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta : LkiS 2000) hal 13
8 Stevan Vago, “Social Change”, (New-Jersey : Prentice-Hall 1989) hal 90
9 Ali Shariati, “Tugas Cendikiawan Muslim” (Yogyakarta : Salahuddin Press 1989) hal.146
10 Nuswantoro, Daniel Bell Matinya Ideologi, (Magelang : Indonesiatera 2001) hal 3
11 David Apterhal. 238 dalam Bell, The End Of Ideology, hal 371
12 Franz Magnis Suseno, “Filsafat Sebagai Ilmu Kritis” (Yogyakarta : Kanisius 1993) hal 232-237
13 Vago, log. Cit. Hal
14 Ibid. hal 187-188
15 J. Riberu dkk, “Menguak Mitos-Mitos Pembangunan : Telaah Etis dan Kritis (Jakarta :Gramedia 1986) hal5
16 Ma’mun Muod Al-Brebesy “ Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien Rais tentang Negara” (Jakarta : Grafindo Persada 1999) hal 53
17 Ibid. hal  171
18 Muhammad Mustafied dalam buku Sosialisme Religius” Merancang Ideologi Gerakan Islam Progresif transformatif    hal 170-171
19 Ibid. hal 172
20 Ibid. hal 172
23 Lyman Tower Sargent, Ideologi Politik Kontemporer (Jakarta : Bina Aksara 1986) hal. 3
24 Ibid. hal 4-5
25 Ibid halk 5
26 Muhammad Romzy dalam Buku Sosialisme Religius (Yogyakarta : Kreasi Wacana 2000) hal 94
27 Eryanto, op. cit., hal 13-14
28 David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta : LP3ES 1996 hal.
29 David E. Apter, op. cit.,hal 228-229
30 John Fiske, Introduction to Communication Studies, second edition, Londong and New York, Routledge, 1990, hal 165  Ibid hal 87-92
6 David E. Apter op. cit., hal 230
6 Ibid. hal 231 Philip E. Converse, “The Nature of Belief Systems in Mass Public,”
7 Ibid. hal 232-233 Lihat Arnold M. Rose, penyunting: Human Behavior and social processes, (Boston: Houghton Mifflin, 19623), hal 3-19
8 Ibid. hal 236
9 David Apterhal. 238 dalam Bell, The End Of Ideology, hal 371
12 Prof. Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia, (Yogyakarta : Kanisius 1991) hal59
10 Ibid hal 242

11 Ibid hal 245                                                                                                                                   
13 Karl Mannheim, op. cit. hal69-73
14 Mannheim, op. cit., hal 71-72
15 Mannhem, op. cit.,  hal 73-82 
16 Clifford Geerts, Politik Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius 1992) hal.
12 Nuswantoro, op. cit., hal 8
13 Nuswantoro, op. cit., hal 20
14 Nuswantoro, op. cit., hal48
15 Nuswantoro, Op. Cit. hal. 48
17 Charltin Clymer Rodee Dkk (ed), Pengantar Ilmu Politik,  (Jakarta : Grafindo Persada 2000) hal 105
13 Yudi Latif dan Ide Subandi Ibrahim, “Prolog : Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung politik Orde Baru”, (Bandung : Mizan 1996) hal 27-28
14 Ibid. hal 50
16 Ibid. Hal 94-95
22 Ibid hal 172

23Aminuddin, Kekuatan Islam dan pergulatan kekuasaan di indonesia, sebelum dan sesudah runtuhnya soeharto pustaka pelajar hal. 42

26 Khalifa Abdul Hakim, Islamic Ideology, (Pakistan : Institute Of Islamiv Culture 1993 ) hal IV
27 Ibid. hal 285
28 Abu ‘Ala Maududi, Sistem Politik Islam, (Bandung : Mizan 1995) hal 39
29 Ibid. loc. Cit. , hal 148
30 Ibid. loc. Cit., hal 154
# Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2000) hal 241-242

Tidak ada komentar:

Posting Komentar